Orientasi Akademik Kader PMII




Addin Jauharudin
Ketua Umum PB PMI

Sebagai sebuah Organisasi, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia telah melwati fase demi fase kesajarahan. Sejak Tahun 1960 Organisasi yang dilahirkan dari Rahim Nahdlatul Ulama Ini telah mampu menunjuukan dedikasi ditengah arus perubahan zaman.

Pertama; Dalam Menandai Perubahan, PMII telah mampu mendistribusikan kadernya pada ranah Gerakan Jalanan (biasa disebut gerakan ekstraparlementer) sampai hari ini pun citra diri PMII sebagai “Singa Jalanan” tetap menjadi bangunan nalar yang secara organisasi terpelihara sebagai bangunan dasar kader—yang selalu membela kaum mustadhafien. Ini dapat dilihat dari arus perubahan yang pernah terjadi, Tahun 1966, 1974 dan Pada Tahun 1998 sampai sekarang

Kedua: Secara gagasan Kader PMII telah mampu mewarnai pergumulan wacana di Indonesia—karena secara Internapun PMII telah mampu nelahirkan Basis Nilai yang menjadi Landasan Pijak Organisasi yaitu ASWAJA, Nilai Dasar Pergerakan (NDP) sampai pada Paradigma PMII yang secara teoritik telah menjadi cara pandang Organisasi dalam memahami Realitas.



Kedua Hal diatas menjadi Refleksi “kita” sebagai organisasi—tetapi memahami kembali arus perubahan yang begitu cepat hari ini juga menjadi sangat penting.

Menimbang Kampus dan Mahasiswa
Laporan Time Higher Education Supplement (THES) menampilkan 4 (empat) kampus di Indonesia dalam daftar World University Ranking, yaitu (UI) berada diperingkat 250, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada peringkat 258, Universitas Gadjah Mada (UGM) pada peringkat 270, dan Universitas Diponegoro (Undip) pada peringkat 495, di antar 500 Perguruan Tinggi paling masyhur di dunia. Padahal menurut catatan Kementerian Pendidikan Nasional, terdapat lebih dari 1000 Perguruan Tinggi di Indonesia; meliputi Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta (asing dan nasional/daerah).

Perguruan-perguruan tinggi di Indonesia sekarang ini harus menghadapi persaingan ketata sesama perguruan tinggi dan menghadapi kompetisi dalam sistem pasar bebas. Pertama, kampus-kampus dihadapkan pada persaingan kualitas. Kedua, kampus juga dihadapkan pada persaingan untuk membuktikan lulusannya mampu diserap dalam pasar tenaga kerja. Ketiga, kampus-kampus Negeri khususnya, harus mempertimbangka faktor pasar dalam pembiayaan kelembagaannya.

Kampus di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses ekonomi nasional dan ekonomi global. Sementara gejala ekonomi dunia lebih membutuhkan tenaga kerja terampil, siap pakai dan mampu terserap dalam pasar kerja.

Sementara dunia mahasiswa kita pada dasarnya adalah jendela penting bagi merasuknya pemikiran dan nilai-nilai budaya global. Aktivis mahasiswa, dengan berbagai citra dan kesan tentang mereka sebagai kelompok pemuda idealis, mulai pudar. Kesan umum yang beredar adalah mahasiswa sebagai kelompok sosial terdidik yang diharapkan kehadirannya untuk memegang tampuk kepemimpinan Indonesia kedepan, sebagai mahasiswa ‘yang wajar’, belajar dan segera lulus. Sementara, kita sendiri telah banyak menggunakan term ‘hedonis’, ‘pragmatis’ dan sebangsanya untuk menandai sekelompok kultur mahasiswa yang lain.

Kondisi kampus dan mahasiswa tersebut sesungguhnya merupakan peluang bagi kita untuk membangun sebuah gerakan strategis dengan mengkader seserius-seriusnya mahasiswa di dalam PMII. Sebuah gerakan yang memproyeksikan keberhasilan dalam jangka panjang, secara logis harus mengelola mahasiswa.

Akademik: Salah Satu Pilihan Gerak PMII
Mahasiswa yang baru memasuki dunia kampus dengan motivasi dan orientasi awal yang berbeda, ada yang menganggap kuliah sekadar prestise, ajang cari jodoh, mengasah intelektual, dan –sebagian besar- sekadar sebagai tempat mendapatkan ijazah agar mudah dapat kerja. Salah satu orientasi mahasiswa adalah intelektualisme yang biasanya baru disadari dan terbentuk ketika mahasiswa bersangkutan berinteraksi dengan segenap literatur ilmiah yang diramu dengan nalar kritis dan dibenturkan pada realitas sosial masyarakat.

Namun sayang orientasi yang relatif strategis dalam menjalankan posisi sebagai pioner perubahan di masyarakat ini mulai redup, tergadaikan, dan ditinggalkan. Aktivis mahasiswa banyak yang sekadar jago manajemen organisasi tapi minim kapasitas intelektual, dan sebaliknya banyak “intelektual” yang menghabiskan diri sebagai “intelektual bebas” lalu merasa lebih nyaman bertengger dalam puncak-puncak intelektual yang tak membumi dan elitis.

Bukankah mestinya mahasiswa sebagai aktivis dalam arti luas dapat membumi dan memancarkan sisi intelektualitasnya untuk semua, tak hanya berguna untuk komunitasnya saja. Aktivis yang bergerak pada ranah ini sebenarnya lebih mendekati apa yang disebut Antonio Gramsci (1891-1937) sebagai intelektual organik yang mampu mempertautkan teori dan praksis sebagaimana dituju oleh Mazhab Frakfurt agar lebih berguna bagi kehidupan dan memecahkan problem sosial.
Menurut Donald Wilhelm (1979) menambahkan, bahwa banyak tamatan perguruan tinggi mengalami kemandegan atau kehilangan kapasitas intelektualnya ketika mereka masuk ke dalam birokrasi dan rutinitas akademis di perguruan tinggi atau di manapun mereka bekerja. Perguruan tinggi yang diharapkan dapat berperan sebagai avant garde, inovator dan pembaharu masyarakat kemudian terjebak dalam mekanisme birokrasi dan spesialisasi atau profesinya di mana mereka terus menerus mengolah dan menghasilkan informasi serta pikiran dalam bidang mereka masing-masing yang relatif sempit.

Hal itu tentu bertentangan dengan kenyataan bahwa masalah yang dihadapi masyarakat sekarang tak dapat dipecahkan dengan pendekatan sempit semacam itu; pemecahan masalah sekarang membutuhkan pendekatan menyeluruh, interdisipliner dan berwawasan luas.

Dari beberapa Pendekatan Masalah diatas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia hendak hadir dalam semangat mempertegas Orientasi akademik Kader sebagai salah satu Instrumen yang mesti perhatikan dalam proses panjang bermahasiswa dan BerPMII.

Karena dengan menimbang Perjalanan Panjang PMII, ada beberapa hal yang mesti diasah dalam ranah organisasi, Tanpa mengenyampingkan Nilai Kritis Kader PMII dalam melakukan perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Rakyat,

Pertama; Prestasi Akademik, Salah satu hal yang penting ditimbang kembali di PMII yaitu pergumulan akademik kader di bangku perkuliahan. Salah satu citra diri yang juga penting ditonjolkan oleh kader PMII adalah wawasan dan basis pengetahuan tetapi memiliki loyalitas yang tinggi terhadap organisasi. Standarisasi yang paling sederhana hari ini adalah Indeks Prestasi Komulatif dan Bahasa—karena mau tidak mau zaman menghendaki itu.

Kedua; Komitmen akademik Kader, Dalam konteks ini PMII sudah mesti mempertimbangkan ruang kosong yang tidak diisi oleh kader PMII selama ini, sehingga Pilihan Jurusan dan Profesia sejak dibangku perkuliahan akan memudahkan proses distribusi kader di semua Level. Sehingga Proses Pengkaderan di PMII tidak melahirkan kesan “membelokkan cita-cita”, sekaligus menegaskan bahwa ruang Politik bukanlah satu-satunya tempat pertaruhan tetapi banyak ruang profesi dan Ruang akademik yang mestinya disasar oleh Kader.

Ketiga; Memperkuat Nilai strategis kampus sebagai modal gerakan. PMII yang dikenal sebagai organisasi Pergerakan tidak boleh menghilangkan Nalar Kritis—sebagaimana bangunan Paradigma Kritis Transformatif yang dimiliki organisasi. Tetapi Mengarahkan Kampus sebagai Ruang untuk melakukan proses idiologisasi organisasi. Kalau Nalar ini sudah terbangun, secara otomatis Kader PMII akan senantiasa melakukan “Penguasaan” diseluruh ranah kampus.

Dengan Bermodalkan Prestasi Akademik, Citra Intelektual dapat diraih oleh PMII, dengan Menjadi Intelektual Organik (Antonio Gramsci) maka Secara Organisasi kita dapat mengisi semua Ranah Pertarungan dan Mendorong Intelektual yang dimiliki untuk menciptakan perubahan sosial maka PMII akan merengkuh Kejayaan Untuk Indonesia.

Tangan Terkepal dan Maju Kemuka.
Wallahul Muwwafieq Illa Aqwamit Tharieq

1 komentar:

  1. Bismillahir Rahmanir Rahim

    Salam dan selawat

    Kepada:

    Mahasiswa
    Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Indonesia.

    Pertanyaan mahasiswa: Adakah kalian bersetuju semua sahabat itu sesat kecuali 3 orang: Miqdad bin Aswad, Abu Dzar dan Salman al-Farisi menurut sumber Syiah?

    Jawapan 1.

    Al-Qur'an sebagai asas agama Islam

    Sesat atau kafirnya seorang muslim termasuk sahabat, adalah terletak kepada sejauh mana mereka percaya dan menghayati ajaran al-Qur'an dalam kehidupan mereka.

    Jawapan 2

    Sunnah Nabi saw sebagai asas agama Islam selepas al- Qur'an.

    2. Sejauh mana mereka percaya dan menghayati Sunnah Nabi saw dalam kehidupan mereka.

    Jawapan 3

    3.Justeru, ia bukan soal kalian bersetuju atau pun tidak dengan seorang itu sesat atau kafir kerana ia berkait rapat dengan sistem nilai yang diakui oleh Allah dan Rasul-Nya.

    Jawapan 4

    4. Sumber Sunni tentang kesesatan atau kekafiran majoriti para sahabat Nabi saw selepas kewafatan Nabi saw kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw, boleh didapati dalam Sahih al- Bukhari, Kitab al-Riqaq, bab al- Haudh, hadis ,584, 585,586, dan 587.
    Hadis 587 menyatakan bahawa mereka (sahabat) telah murtad ke belakang. Justeru, aku tidak melihat mereka (sahabat) terselamat melainkan segelintir daripada mereka (bilangan yang sedikit) seperti unta yang tersesat atau terbiar daripada pengembalanya (mithlu humali nna'am).

    Jawapan 5

    5. Sahih Muslim, bab Ithbat Haudhi Nabiyyi-na menyatakan bahawa hanya sedikit sahaja sahabat yang selamat kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw. Lihat, hadis no. 26, (2290), (2291), no. 27 (2293), 28, (2294), 32 (2297), 40 (2304).

    Hadis no. 29 (2295) " Sesungguhnya aku akan mendahului kamu di Haudh. Tidak ada seorang pun daripada kamu (para sahabatku) akan mendatangiku sehingga dia akan dihalau atau diusir daripadaku sebagaimana dihalau atau diusir unta yang sesat (bilangan yang sedikit).
    Aku bersabda: Apa salahnya? Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka selepas anda meninggalkan mereka. Jauh! Dari rahamat Tuhan (suhqan).

    Jawapan 6

    Al-Qur'an

    6. Hanya sedikit sahaja di kalangan orang Islam yang mengikut al-Qur'an 100% sebagaimana Firman-Nya Surah al-Saba' (34): 13 " dan sedikit sahaja di kalangan hamba-hamba-Ku yang berterima kasih". Ini bererti kebanyakan orang-orang Islam sama ada sahabat atau bukan sahabat sedikit sahaja yang berterima kasih. Justeru, mereka disiksa oleh Allah swt kerana tidak berterima kasih.

    Jawapan 7

    7. Sila baca teks Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim tentang kekafiran majoriti para sahabat kerana mereka telah mengubah Sunnah Nabi saw. Justeru, ia menyalahi akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah yang percaya semua sahabat adalah adil.

    Jawapan 8

    8. Kekafiran majoriti para sahabat selepas kewafatan Nabi saw sengaja disembunyikan oleh para ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dan Wahabi di Nusantara. Mereka meninggalkan penerjemahan bab al- Haudh dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim ke dalam bahasa ibunda. Justeru, umat Islam di Nusantara tidak mengetahuinya, lalu mereka menuduh Syiah mengkafirkan para sahabat Nabi saw pula. Pada hakikatnya, Nabi saw sendiri yang telah mengkafirkan majoriti para sahabatnya kerana mereka telah menguban Sunnahnya menurut Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

    Jawapan 9

    9. Sila lihat, renungan 92. "Pengubahan al-Qur'an (Tahrif al-Qur'an) dalam buku-buku Sunni, Pengubahan Sunnah Rasulullah saw, penghinaan terhadap Rasulullah saw oleh para sahabat dan kekafiran majoriti para sahabat oleh Rasulullah saw sendiri" sila layari: al-mawaddah. info






    BalasHapus